Jumat, Maret 29, 2024

Edisi Belajar Menjadi Jurnalis: Sintaksis Jurnalistik

illustrasi, sumber: matatelinga_wartawan
illustrasi, sumber: matatelinga_wartawan

kupasbengkulu.com – Langgam bahasa jurnalistik memiliki kekhasan dibandingkan dengan langgam bahasa percakapan, bahasa ilmiah atau bahasa pidato.

Secara umum kekhasan bahasa jurnalitik itu ditandai oleh dua ciri utama, yakni kehematan dan kejelasan.
Dua kalimat yang mengusung makna setara bisa disampaikan dengan jumlah kata yang berbeda. Kalimat jurnalistik memilih yang lebih pendek, yang memiliki kata-kata yang lebih sedikit.

Itu kekhasan yang ditandai oleh aspek kehematan atau keringkasan pada tataran kalimat atau sintaksis.

Pada tataran kata pun demikian, kata yang memiliki huruf lebih sedikit tentu lebih dipilih dibandingkan dengan kata yang lebih panjang untuk makna yang sepantar.

Tentu pertimbangan irama, bunyi, penghindaran repetisi memungkinkan untuk menafikkan penerapan prinsip kehematan bahasa jurnalistik di tataran kata itu.

Ciri khas kedua yang menandai bahasa jurnalistik adalah kejelasan. Bahasa jurnalistik harus jelas dalam pemaknaan. Tak bisa mengandung makna ambigu. Kejelasan juga berkaitan dengan logika.

Logika, dalam telaah semantika, sangat erat hubungannya dengan gramatika. Kalimat yang tak gramatikal, cenderung tak bermakna, kehilangan aspek logisnya.

Secara teoritis, langgam bahasa jurnalistik tampak simpel karena ditandai oleh kekhasannya yang memuat hanya dua variabel, yakni kehematan dan kejelasan.

Dalam dalam praktik penulisan berita, kompleksitas persoalan bahasa jurnalistik begitu beragam dan dalam. Jurnalis dan penyunting tak jarang terbawa oleh kebiasaannya dalam berbahasa lisan ketika memproduksi kalimat berita.

Padahal bahasa lisan, sering kali, bertaut dengan pengutamaan unsur komunikatif tanpa mempertimbangkan sisi gramatikalnya. Salah satu contoh kasus yang sangat sering ditemukan dalam hal ini adalah penggunaan kata sambung “agar”, yang kehadirannya sering tak diperlukan.

Inilah contohnya: “Pemerintah berkali-kali mengimbau agar masyarakat berhemat listrik untuk meminimalisasikan krisis energi di kemudian hari.”

Dalam kalimat di atas, kehadiran “agar” tentu tak diperlukan. Bentuk atau struktur kalimat seperti itu berulang kali ditemui dalam pemberitaan.

Sekalipun contoh di atas dianggap sebagai kalimat standar yang boleh dibilang gramatikal, pembuangan kata sambung seperti itu tidak menghilangkan makna asalinya. Dengan demikian, konstruksi yang lebih pendek itulah yang dianjurkan penggunaannya dalam berkalimat jurnalistik.

Dalam kasus pemakaian kalimat kompleks atau kalimat majemuk bertingkat pun, para jurnalis masih kerap terjerumus menggunakan konstruksi kalimat lisan yang tentu saja dalam hal ini tak gramatikal dan dengan demikian tak standar.

Contohnya antara lain: “Meskipun harga mobil semakin tinggi dalam beberapa tahun terakhir, namun animo pembelian komoditas yang tak lagi dianggap mewah itu cukup tinggi.”

Struktur kalimat kompleks seperti itu biasa dijumpai dalam percakapan lisan dan para elite politik pun biasa mengucapkannya. Para jurnalis lalu mengutipnya dengan struktur serupa tanpa ada penilikan yang lebih cermat sehingga sanggup membetulkannya.

Dalam teori tata kata, dua klausa yang membentuk kalimat kompleks atau majemuk bertingkat haruslah terdiri atas klausa dependen atau biasa juga disebut sebagai anak kalimat dan klausa independen atau biasa dinamakan induk kalimat.

Dengan memasukkan kata tugas atau partikel di kedua klausa itu, runyamlah konstruksi kalimat kompleks itu. Dalam kalimat itu tak ada klausa independen atau induk kalimat.

Tentu bisa dimaklumi jika sebagian jurnalis yang tak berpendidikan linguistik kurang menyadari di mana letak kesalahan contoh kalimat di atas. Rasa bahasa mereka sudah terlatih oleh kebiasaan mendengar penggunaan konstruksi kalimat tanpa induk kalimat itu dalam percakapan lisan keseharian.

Mengapa kebanyakan wartawan sering melakukan pelanggaran dalam menulis kalimat yang gramatikal? Banyak faktor yang menjadi penyebabnya.

Pertama, para jurnalis itu tak peduli bahwa gramatikalitas kalimat perlu dipelajari.

Kedua, bagi yang peduli, sebagian besar di antara mereka tak tahu harus membaca buku-buku standar mana yang menuntun mereka untuk bisa mengenal mana kalimat yang gramatikal dan yang tidak.

Ketiga, program pendidikan kewartawanan untuk sesi bahasa jurnalistik tak menyentuh aspek detil mengenai grmatikalitas kalimat seperti itu.

Sampai saat ini tak banyak jurnalis yang membaca buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa.

Para jurnalis tak merasa perlu membacanya karena belum apa-apa sudah merasa mengerti bahasa Indonesia beserta tata bahasanya.

Mereka benar untuk tata bahasa percakapan lisan, tapi tak sepenuhnya benar untuk tata bahasa tulis yang standar.

Buktinya ya kasus penggunaan kalimat kompleks yang mengandung dua anak kalimat, minus induk kalimat di atas.

Fenomena seperti ini selayaknya menjadi perhatian Pusat Bahasa, yang punya perhatian terhadap bahasa jurnalistik.

Dalam berbagai pertemuan dengan wartawan atau penyelenggaraan loka karya peningkatan kemambuan berbahasa wartawan dan editor, Pusat Bahasa selalu membagi-bagikan buku-buku terbitan mereka yang berhubungan dengan wacana kebahasaan.

Namun tak sekali pun Pusat Bahasa membagi-bagikan buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang penting dibaca oleh para jurnalis itu.

Ketersediaan buku itu di toko-toko buku di kota-kota besar pun, apalagi di kota-kota kecil di Nusantara, tak terjamin.

Akibatnya, sebagian besar wartawan dan penyunting media massa pun menginternalisasikan kemampuan bersintaksis jurnalistik mereka lewat pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dalam bahasa lisan.

ANTARA

Related

Songsong Kepemimpinan Berintegritas Era Society 5.0, Sespimma Lemdiklat Polri Gelar Seminar Sekolah

Kupas News – Untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan yang berintegritas...

Ratusan Nakes di Kota Bengkulu Terima SK PPPK

Kupas News, Kota Bengkulu – Sebanyak 264 orang tenaga...

Polisi Tangkap Pembuat Video Mesum Pasangan LGBT di Lebong

Kupas News, Lebong – Polisi menangkap BP (19) warga...

Sidang Isbat Putuskan Hari Raya Idul Fitri 22 April 2023

Kupas News, Bengkulu – Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian...

Polisi Ungkap Home Industri Senjata Api yang Sudah beroperasi Sejak 2012

Kupas News, Bengkulu – Polda Bengkulu ungkap pabrik pembuatan...