Sabtu, April 20, 2024

Harga Pupuk Tinggi, Warga Kaur Barter dengan Beras

Foto : Istimewa
Foto : Istimewa

Kaur, kupasbengkulu.com – Barter atau tukar pupuk dengan beras di Kabupaten Kaur sudah lumrah, bahkan ini sudah menjadi tradisi setiap musim tanam padi, hal ini akibat dari mahalnya harga pupuk bersubsidi.

Harga pupuk bersubsidi yang beredar di masyarakat Kabupaten Kaur memang berbeda-beda, karena pupuk di agen resmi atau pengecer sering kehabisan, maka warga dengan berat hati membeli pupuk dengan warga lainnya yang mana harga jualnya lebih tinggi, bahkan tidak sedikit warga meminta bayaran dengan sistem barter yakni menukar pupuk dengan beras dengan catatan beras dibayar setelah panen selesai.

Pupuk yang ditukar dengan beras ini sudah tidak asing lagi bagi warga Kaur, karena sudah membudidaya. Meskipun sangat tidak sebanding warga terpaksa menyetujui kesepakatan itu karena ingin menyelamatkan padi yang mereka tanam, supaya tidak gagal panen, gara-gara tidak dipupuk.

Untuk satu zak pupuk jenis urea (yang biasa dibarter) jika dibeli dipengecer resmi Rp 120 ribu. Namun pada sistem barter untuk satu zak pupuk ditukar dengan 2 kaleng hingga 2,5 kaleng beras. Bayangkan jika diuangkan harga satu zak pupuk adalah 37,5 kilo beras atau setara dengan Rp 431 ribu lebih.

“Memang ada yang menjual pupuk seharga Rp 150 ribu per zaknya, namun karena warga tidak memiliki uang tunai untuk membayar maka jalan keluarnya ialah memilih sistem barter. Sistem tukar ini lebih ekonomis, karena beras tidak dibayar tunai, pembayarannya setelah kita selesai panen padi nantinya,” tutur Burman salah satu petani padi di Bintuhan, Rabu (17/02/2016).

Ditambahkan Burman sistem barter ini sudah biasa didalam masyarakat, karena jika musim tanam ini petani lebih baik menggaji orang untuk bertanam padi dibanding beli pupuk, karena pupuk bisa dibayar saat musim panen tiba, sedangkan jika waktu bertanam tidak menggaji orang, maka tanam padi akan terlambat dengan petani lainnya. Hal ini bisa menyebabkan keterlambatan panen dan padinya juga akan kurang bagus, karena mayoritas sawahnya tadah hujan.

“Kalau tidak membayar upah untuk bertanam padi, kita akan ketinggalan. Apalagi sawah tadah hujan. Kalau lambat menanam bisa kekeringan air,” tutup Burman.

Penulis: Menty Saputri

Related

Songsong Kepemimpinan Berintegritas Era Society 5.0, Sespimma Lemdiklat Polri Gelar Seminar Sekolah

Kupas News – Untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan yang berintegritas...

Ratusan Nakes di Kota Bengkulu Terima SK PPPK

Kupas News, Kota Bengkulu – Sebanyak 264 orang tenaga...

Polisi Tangkap Pembuat Video Mesum Pasangan LGBT di Lebong

Kupas News, Lebong – Polisi menangkap BP (19) warga...

Sidang Isbat Putuskan Hari Raya Idul Fitri 22 April 2023

Kupas News, Bengkulu – Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian...

Polisi Ungkap Home Industri Senjata Api yang Sudah beroperasi Sejak 2012

Kupas News, Bengkulu – Polda Bengkulu ungkap pabrik pembuatan...