kupasbengkulu.com – Anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti ditangkap KPK karena diduga menerima suap untuk proyek pembangunan jalan. Sebelumnya, politisi PDIP itu terseret kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) Kota Bengkulu.
Keterlibatan Damayanti dibeberkan jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan terhadap Kepala Bagian Perlengkapan Setda Kota Bengkulu Yanuar Mara (Terdakwa I) dan Ketua Panitia Pengadaan Sugiarto (Terdakwa II).
Terdakwa Yanuar dan Sugiarto disebutkan melakukan korupsi secara bersama-sama dengan Tasman Inulim selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Damayanti Wisnu Putranti selaku Direktur Utama PT Adi Reka Tama, dan Setda Kota Bengkulu Firdaus Rosid selaku Pengguna Anggaran.
Kasus yang menyeret Damayanti bermula pada 2008, ketika Setda Kota Bengkulu beÂrencana membeli satu unit mobil damkar dengan pagu anggaran Rp 1.734.157.500.
Sugiarto pun melakukan surÂvei harga ke sejumlah perusaÂhaan penyedia. Dari hasil survei, Sugiarto dan Yanuar menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 1,65 miliar. Padahal, mereka bukan ahli dalam hal damkar. Sementara Tasman membuat spesifikasi teknis damkar yang akan dibeli.
Singkat cerita, tender pun dibuka. Pada 14 Mei 2008 dilakukan pembukaan dokumen penawaran. CV New Santosa mengajukan penawaran Rp 1,595 miliar. PT Adi Reka Tama Rp 1.538.515.000. PTDatraca Rp 1.565.888.000. PT Pundarika Atma Semesta Rp. 1, 565 miliar.PT Bukaka Teknik Utama Rp 1.393. 393.100. Dan, PTBerkat Anugrah Raya Rp 1.672. 715.000.
Pada 21 Mei 2008, Sugiarto menetapkan tiga peserta yang lulus dari segi penawaran harga yakni PT Adi Reka Tama, PT Pundarika Alam Semesta, dan PT Bukaka Teknik Utama.
Belakangan, Sugiarto mengubah spesifikasi teknis tanpa memberitahukan peserta tender. Akibatnya, PT Bukaka tersingkir meski mengajukan penawaran harga paling rendah. Sementara PT Adi Reka Tama lolos
Sugiarto lalu mengusulkan kepada Yanuar agar menetapkan PT Adi Reka Tama sebagai pemenang tender. Yanuar setuju. “Akibat dari perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II yang telah memenangkan PT Adi Reka Tama berdasarkan penilaianyang diskriminatif dan tidak obyektif sehingga telah terjadi rekayasa tertentu telah menghalangi terjadinya persaingan yang sehat di dalam pengadaan barang/jasa tersebut,” tuduh jaksadalam surat dakwaan.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Perbankan (BPKP) Bengkulu, pengadaan damkar ini merugikan negara. Pemkot Bengkulu memÂbeli damkar dari PT Adi Reka Tama seharga Rp 1.538.515.000. Padahal, PT Adi Reka Tama mengambil dari PT Ziegler Indonesia dengan harga hanya Rp 1.182.500.000. Akibatnya, terjadi kemahalan harga pembeÂlian sebesar Rp 356.015.000.
Setelah menerima pembayaran dari Pemkot Bengkulu, PT Adi Reka Tama lalu menyetorkanPajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 139.865.000. BPKP Bengkulu menghitung pengadaan ini merugikan negara sebesar Rp 216.150.000. Angka itu diperoleh dari kemahalan harga pembelian dari PT Adi Reka Tama lalu dikurangi PPN yang disetorkan perusahaan milik Damayanti itu.
Pengadilan Negeri Bengkulu dalam putusan nomor 403/Pid.B/2010/PN. Bkl yang dibaÂcakan pada 25 Maret 2011 meÂnyatakan, Yanuar dan Sugiarto tak bersalah. “Membebaskan Terdakwa I Yanuar Mara dan Terdakwa II Sugiarto oleh karenaitu dari segala dakwaan (vrijspraak),” demikian putusan yang dibuat majelis hakim yang terdiri dari Bambang Ekaputra (ketua), Surono (anggota) dan Mimi Haryani (anggota).
Tak terima Yanuar dan Sugiarto bebas, jaksa kasasi. Mahkamah Agung dalam putusan kasasi nomor 1849 K/Pid.Sus/2011 mengabulkan kasasi yang diajukan Kejari Negeri Bengkulu. MA membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bengkulu.
“Menyatakan Terdakwa I Yanuar Mara dan Terdakwa II Sugiarto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan subsidair,” putus majeÂlis hakim agung yang terdiri dari Hatta Ali (ketua) dan beranggoÂtakan MS Lumme dan Syamsul Rakan Chaniago.
Yanuar dan Sugiarto lalu dihukum penjara masing-masing selaÂma satu tahun dan denda masing-masing Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara. Keduanya juga diÂwajibkan membayar uang pengÂganti kerugian negara masing-masing Rp 43.230.000.
Kilas Balik
Pesan Damkar Dari PT Zielger, Bayarnya Dicicil Tiga Kali
Damayanti Wisnu Putranti pernah saksi dalam persidangan kasus korupsi pengadaan damkar di Pengadilan Negeri Bengkulu. Dalam kesaksiannya, politisi PDIP itu mengaku tahu PT Zielger Indonesia menyediakan mobil damkar sejak 2006.
Ia tahu Pemkot Bengkulu memÂbuka tender pengadaan damkar dari surat kabar. Perusahaannya, PT Adi Reka Tama ikut mendafÂtar dan mengikuti aanwijzing pada 8 Mei 2008.
Damayanti kemudian memerintahkan karyawannya Lady MP Butar-butar memasukkan dokumen penawaran. Dalam dokumen penawaran, disebutkan PT Adi Reka Tama bergerak di bidang perdagangan barang dengan sub bidang mobil pemÂadam kebakaran, bahan pakaian, mekanikal, dan elektrikal.
Damayanti mengaku tak meÂnyuap panitia pengadaan untuk mendapatkan proyek ini. “Saya tidak tahu proses tender karena sudah diurus staf,” elaknya.
Damayanti mengaku perusahaannya memesan damkar dari PT Zielger Indonesia untuk ikut tender. Namun negosiasi harga dan pemesanan dilakukan Lady.
Lady yang juga bersaksi di persidangan mengatakan, mengajak Mas Diponegoro, Sales Engineer dari PT Ziegler Indonesia yang paham mengenai spesifikasi damkar yang akan dibeli Pemkot Bengkulu saat penjelasan tender (aanwijzing). “Sebab PT Adi Reka Tama bukan pabrikan,” akunya.
Direktur Finance Commodity PT Zielger Indonesia dalam kesaksiannya mengatakan PT Adi Reka Tama meminta dukungandari perusahaan untuk ikut biÂsa tender pengadaan damkar Pemkot Bengkulu.
Ia menyebutkan PT Adi Reka Tama lalu memesan damkar berkapasitas 5 ribu liter dari perusahaannya. Pembayarannya dicicil tiga kali. Pembayaran dilunasi seteÂlah damkar dikirim ke Bengkulu.
Sementara Mas Diponegoro membenarkan dirinya diajak untuk hadir dalam penjelasan dokumen lelang (aanwizjing) tender karena perusahaan diminta menjadi penÂdukung PT Adi Reka Tama.
Kepada panitia pengadaan, Lady dari Adi Reka Tama menyebut Mas Diponegoro jugasebagai peserta yang akan menghadiri aanwijzing. “Untuk mengetahui spesifikasi teknis apa saja yang dibutuhkan pengguna barang,” kata Mas Diponegoro menjelaskan alasannya ikut aanwijzing bersama Lady.
Menanggapi kasus ini, Sekjen Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Iwan Gunawan berpendapat, aparat penegak hukum jangan mencari-cari kesalahan pemenang tender. “Kalau dicari-cari kesalahannya, bisa-bisa tidak ada perusahaan yang mau ikut tender karena takut dijerat korupsi,” katanya. Dampaknya tingkat penyerapan anggaran bisa rendah.
Sumber: rmol.co