Tadinya aku pingin bilang aku butuh rumah Tapi lantas ku ganti dengan kalimat: Setiap orang butuh tanah Ingat: setiap orang! Aku berfikir tentang Sebuah gerakan. Tapi mana mungkin Aku nuntut sendirian? Wiji Thukul, ‘Tentang Sebuah Gerakan’ Tulisan ini sebuah catatan yang saya buat beberapa tahun lalu. Namun, saya berpendapat hal ini tentu masih cocok dengan kondisi kekinian Bengkulu, daerah ini memiliki luasan tidak kurang dari 1,9 juta Hektare (Ha) dengan pembagian wilayah:
1. Luas hutan 900 ribu Hektare (Ha)lebih,
2. Luas areal yang telah dikuasai oleh Kuasa Pertambangan (KP) 200 ribu Ha,
3. Luas areal yang dikuasai Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan skala besar sawit, karet, kakao 450 ribu Ha.
Selanjutnya, diasumsikan luasan untuk fasilitas umum seperti masjid, kantor pemerintah, jalan umum, perguruan tinggi, tanah milik TNI-Polri seluas 100 ribu Ha. Sementara kita asumsikan jumlah penduduk Bengkulu 2009 adalah 1,8 juta jiwa, (tahun 2013 ada sekitar 2,3 juta penduduk). Artinya, ada sekitar 350 ribu Ha lebih sisa tanah yang bisa di akses atau digunakan untuk rakyat. Apabila tanah tersebut dibagkian secara merata artinya seluruh masyarakat Bengkulu hanya kebagian tidak mencukupi ¼ Ha per kepala.
Dari perhitungan sederhana ini dapat diprediksi, bagaimana kondisi ruang hidup atau akses rakyat terhadap tanah semakin memperihatinkan. Ditambah lagi saat ini Pemerintah Bengkulu dari hari ke hari semakin membuka peluang lebar terhadap aktivitas penguasaan tanah dalam jumlah besar kepada perseorangan atau perusahaan, seperti pertambangan dan perkebunan, dengan dalih investasi.
Sembari proses eksploitasi berjalan terus, puluhan Draft Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terus mengantre untuk mendapatkan izin melakukan aktifitas pertambangan dan perkebunan dengan luasan yang beragam mulai dari 42 ribu Ha hingga 10 ribu Ha.
Bisa dimengerti apa turunan akibat dari hilangnya akses tanah untuk rakyat ini?? Kemiskinan, pengangguran, prostitusi, dan juga semakin besarnya kerusakan lingkungan hidup, karena harus diakui lemahnya kontrol dan ‘nakal’ nya para investor dengan masih melihat isu lingkungan hidup sebagai hal yang tak berarti dan cenderung menghabiskan uang saja.
Dalam catatan saya selaku korban, penulis dan juga jurnalis, puluhan persoalan agraria tak pernah terselesaikan dengan adil di Bengkulu, jika ada bukanlah sebuah penyelesaian terjadi namun lebih kepada ‘peredam’ sesaat yang suatu ketika akan meletup. Kelalaian aparat negara, bahkan juga mungkin ketidak mengertian kepala daerah terhadap solusi agraria menjadi momok mematikan bagi ribuan rakyat Bengkulu yang tak memiliki tanah.
UU pokok agraria merupakan salah satu konstitusi yang dinilai berpihak kepada kepentingan rakyat hingga kini menjadi mandul akibat perselingkuhan antara investor, dan pemerintah, sementara para akademisi dan kita kelompok yang kadang mengklaim ‘peduli’ hanya berbuat pada tataran kampanye isu dengan update status di Facebook dan jejaring sosial lainnya.
Rakyat butuh kerja nyata bukan hanya teriakan di jejering sosial…….Salam
Nama Penulis     : Elang Biru
Alamat                   : Desa Pering Biru Kecamatan Ilir Talo Kabupaten Seluma,      Bengkulu.