Bengkulu, kupasbengkulu.com – Posko tim Support Bengkulu Ekspedisi Elbrus yang bermarkas di sekretariat KAMPALA FAPERTA UNIB, mendapat kabar pada pukul 15.20 WIB atau sekitar pukul 12.20 waktu Rusia (22/9/2015) bahwa para pendaki telah mencapai puncak gunung Elbrus, pendakian yang di Pimpin oleh D. Andalas (39) dengan anggota team Adnan Hasibuan (25) Herydupen Malau (23) dan Ardian Pangestu (22) akhirnya dapat mencapai puncak Elbrus.
Kabar keberhasilan ini cukup membanggakan tidak saja bagi Kampala namun Bengkulu dan Indonesia, semua tim dalam kondisi sehat, meski D. Andalas akrab disapa Koko sempat mengalami Acoute Mountain Sickness (AMS) cukup fatal jika tak segera diantisipasi.
Keberhasilan pendakian tak membuat jumawa atau pongah karena dalam pesannya D. Andalas menulis saat ia kurang dari 192 meter lagi mencapai puncak dan terserang AMS, sehingga ia meninggalkan tim dan membiarkan tiga pendaki lain mencapai puncak Elbrus.
Berikut pesannya: “walaupun saya sendiri harus meninggalkan tim setelah mencapai ketinggian 5.450 Mdpl atau 192 meter lagi menuju puncak, akibat diserang AMS. Keputusan ini saya ambil karena hakikat pendakian adalah bukan soal puncak tapi dapat kembali ke tanah air berkumpul dengan keluarga dengan selamat,”
Pesan berikutnya keempat pendaki ini langsung mengingatka dunia pentingnya penyelamatan hutan hujan tropis di Pulau Sumatera.
“Tidak akan ada puncak gunung es di dunia ini jika masyarakat tidak menyelamatkan hutan tropis Sumatera yang menjadi paru-paru dunia, penyelamatan hutan tropis menjadi salah satu kunci kelestarian puncak-puncak gunung tertinggi di dunia.” kata D.Andalas melalui rilisnya, Rabu (23/9/2015).
D. Andalas menambahkan kerusakan hutan hujan Sumatera tidak saja mengancam puncak-puncak gunung es di dunia, tapi gletser di kutub dunia. juga akan berdampak akibat pemanasan global, oleh karena itu dengan menyelamatkan hutan hujan tropis dan menghentikan alih fungsi hutan yang ada di Indonesia sebagai perkebunan dan pertambangan maka hal tersebut dapat menyelamatkan kehidupan di muka bumi.
“Langkah penting yang harus dilakukan untuk menyelamatkan hutan tropis Sumatera adalah dengan cara menghentikan alih fungsi lahan dan hutan menjadi wilayah pertambangan dan perkebunan skala besar,” tegasnya.
“Kerusakan hutan hujan Sumatera yang semakin parah akhir-akhir ini semakin mempercepat perubahan iklim dunia, hutan hujan Sumatera bukan saja tanggungjawab masyarakat Sumatera dan Indonesia, namun milik dunia,” tulisnya lagi.
Herydupen Malau, pendaki lain mengatakan bahwa salah satu dari tujuh puncak dunia, yaitu Gunung Kilimanjaro Afrika telah kehilangan 85 persen lapisan gletsernya sejak tahun 1912. Hal ini pun diungkap para periset dari NASA Earth Observatory dalam Proceedings of the National Academy of Science, 2009, dimana Gunung Kilimanjaro terancam kehilangan lapangan esnya. Menurut peneliti, es yang berada di puncak gunung tersebut terlihat menyusut dan diperkirakan akan hilang total di sekitar tahun 2060.(kps)