Jumat, Maret 29, 2024

Mengenal Awan Cumulunimbus dan Bahayanya di Dunia Penerbangan

Ni Luh Made Kartika Dwijayanti
Ni Luh Made Kartika Dwijayanti

kupasbengkulu.com – Fenomena cuaca buruk bukanlah menjadi hal baru bagi wilayah Indonesia. Cuaca buruk yang melanda sebagian besar wilayah di Indonesia akhir-akhir ini perlu diwaspadai oleh seluruh masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, cuaca buruk ini berpotensi memicu terjadinya bencana alam, seperti halnya curah hujan tinggi dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor.

Tidak hanya berbahaya di kehidupan  masyarakat, cuaca buruk juga menjadi perhatian di dunia penerbangan karena dapat mengganggu kenyaman dan keselamatan pesawat yang sedang melakukan aktivitas penerbangan. Salah satu faktor yang menjadi penyebab cuaca buruk tersebut adalah adanya awan konvektif  Cumulonimbus (Cb). Aktivitas dari awan inilah yang dapat mempengaruhi penerbangan yang ada disekitarnya.

Pembentukan awan konvektif ini disebabkan oleh pemanasan permukaan dari radiasi matahari yang menyebabkan udara menjadi tidak stabil, maka terbentuklah awan kecil yang disebut awan Cumulus. Semakin bertambah panasnya suhu permukaan, awan-awan Cumulus ini akan menyatu dan terus berkembang hingga menjulang ke atas ke lapisan beku yang disebut dengan Cumulunimbus.

Secara lebih rinci, proses pembentukan awan Cumulunimbus dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase tumbuh, fase dewasa, dan fase dissipasi/pelenyapan.

Fase Tumbuh, dimana calon awan Cumulunimbus akan tumbuh pesat terutama komponen vertikalnya karena seluruh arus dalam pertumbuhan awan bergerak ke atas sehingga tumbuh semakin besar dan dapat menjulang tinggi sampai ketinggian 13 km atau sekitar 40 ribu kaki. Di daerah tropis, bentangan awan tersebut kurang dari 10 km.

Pada fase ini, makin banyak uap air yang terangkat ke atas dan diubah menjadi tetes-tetes awan menyebabkanmakin banyak pula jumlah tetes hujan yang akan jatuh ke permukaan bumi.

Fase Dewasa, pada fase ini awan Cumulunimbus sudah memiliki landasan yang datar. Landasan ini terjadi akibat puncak awan Cb mendapat tekanan dari lapisan troposfer dimana pada lapisan ini memiliki sifat atmosfer yang stabil. Lapisan dasar awannya berupa salju, bagian tengah berupa butiran air bercampur salju dan bagian atas berupa kristal es. Namun di dalam awan ini sendiri terjadi arus udara naik ( Up Draft ) dan juga arus udara turun (Down Draft) sehingga kristal es yang berada dipuncak awan ada kemungkinan untuk turun dan menyebabkan hujan es/hail.

Pada fase ini pula akan terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat dan disertai dengan badai guntur.

Fase Dissipasi, merupakan fase akhir yang ditandai melemahnya arus udara ke bawah dan berangsur-angsur aktivitas pada awan berkurang,intensitas hujan pun juga makin menurun.Perlahanmenjadi hujan ringan dan berkurang menjadi gerimis dan kemudian awan tersebut hilang/lenyap.

Seperti yang sering kita dengar akhir-akhir ini, bahwa awan Cumulunimbus menjadi penyebab kecelakaan di dunia penerbangan. Muatan listrik dan partikel yang terkandung pada awan tersebut seperti air atau tetes kelewat dingin dan butiran es memungkinkan awan ini menghasilkan hujan atau salju sehingga sangat berbahaya jika awan tersebut dilewati oleh pesawat yang sedang melakukan aktivitas penerbangan.

Ketika pesawat terbang tersebut menembus awan Cb, pesawat akan mengalami gangguan berupa getaran yang hebat serta bisa saja terjadi pembekuan pada mesin pesawat dikarenakan oleh tetes kelewat dingin maupun butiran es yang terdapat dalamnya. Hal ini akan sangat mengganggu penerbangan karena bisa menyebabkan hilangnya kendali jika semua mesin mati bersamaan dan membahayakan kestabilan pesawat.

Oleh karena itu, ada baiknya bagi pilot yang melakukan penerbangan untuk mengenal ciri dari awan konvektif Cumulunimbus itu sendiri serta mejauhinya agar terhindar dari sambaran listrik dan turbulensi yang dihasilkan awan tersebut.

Selain pilot, masyarakat awam pun juga harus mengetahui ciri-ciri dari awan Cb tersebut karena muatan listrik dalam awan dapat tiba-tiba saja melompat keluar dan menyerang kita yang sedang berada di luar rumah begitu juga dengan rumah yang tidak di pasang penangkal petir. Hal ini dapat dilakukan sebagai bentuk antisipasi yang dilakukan agar terhindar dari bahaya yang tidak diinginkan.

Penulis: Ni Luh Made Kartika Dwijayanti

Related

Gubernur Rohidin Mersyah Dukung Pengembangan UINFAS Bengkulu

Kupas News, Bengkulu – Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah terima...

PKBM se-Kota Bengkulu Ikuti Bimtek Peningkatan Kompetensi Pengelolaan Keuangan

Kupas News, Kota Bengkulu - Sebanyak 76 peserta dari...

Hadiri Peresmian SALUT, Wabup Wasri Ingin UT Jadi Akses Kemajuan Daerah

Kupas News, Mukomuko – Wakil Bupati Mukomuko Wasri, hadiri...

Sosialisasi Literasi Digital Menangkal Hoax dan Disinformasi

Kupas News, Kota Bengkulu – Bidang Humas Polda Bengkulu...

39 Kwarda Ikuti Peran Saka 2022, Sekdaprov Ingatkan Jaga Nama Baik Bengkulu

Kupas News, Kota Bengkulu - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi...