By: Benny Benardie
Dalam politik, adakalanya mirip dunia hitam, dunia kupu-kupu malam. Dimana acapkali terjadi sodok menyodok, maju mundur, cantik.
Saling serang keburukan, memburukkan calon bos, entah benar atau tidak, katanya itu kampanye hitam, black campaign. Lantas kalau kita mengangkat kebaikan calon bos, apakah itu disebut kampanye putih? Padahal itu dilakukan jelang Pemilihan Bos Baru!
Bung Sunan yang dari tadi duduk diwarung kopi dan sempat memesan kopi setengah cangkir, rupanya ingin mengomentari obrolan tersebut. “Pada bicara nggak jelas. Nggak realistis. Rawan akan politik kucing air”, kata Bung Samsul dalam benaknya.
Hal yang sama juga dipikirkan Bung Riswan dari balik kamarnya, yang tampak bingung, namun sempat mendengar pembicaraan soal kampanye hitam putih tersebut. “Apapun kampanyenya, siapapun calon bosnya, minumnya tetap air sumur”, pikirnya.
Dua pendengar itu sebenarnya memang perlu diacungkan jempol. Kata kuncinya adalah, mereka perduli dan keinginannya pasti sama dengan keinginan calon bos, yang kini masuk dalam lingkaran kampanye hitam putih.
Padahal hitam atau putih saat berkampanye itu tidak ada bedanya. Hanya saja, hitam kurang mengairahkan, putih membuat darah berdesir. Jadi Teringat kata orang minang, “Kalu tadasak indak ba’a”.