Sepatu pelepah pisang bermotif batik bersurek khas Bengkulu buatan Suminah menembus pasar internasional. Produk sepatu pelepah pisang itu juga turut memberdayakan penduduk Desa Harapan Makmur, Kecamatan Pondok Kumbang, Bengkulu.
“Saya sempat dikatakan orang gila oleh tetangga, karena potong-potong pelepah pisang kemudian dijemur di pinggir jalan. Mereka bertanya, buat apa ?. Seperti tidak ada kerjaan saja,” kata Suminah yang dihubungi dari Palembang, Sabtu (7/11).
Ketertarikan ibu tiga anak ini pada pembuatan souvenir dan beragam kerajinan tangan, sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1995, ketika anak-anaknya masih kanak-kanak.
Sebagai ibu rumah tangga, ia tidak mau berpangku tangan dan ingin menambah penghasilan keluarga karena sang suami, Suwarso hanya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Awalnya, Suminah membuat berbagai pernak-pernik, seperti tas manik-manik, gantungan kunci, bunga kertas, dompet, dari beragam bahan baku hingga tak segan memanfaatkan sampah plastik.
Namun, kedekatannya dengan alam karena semasa kecil lebih banyak bermain di sawah, kebun, dan hutan membuat ide kreatifnya muncul untuk menggunakan pelepah pisang.
Perempuan kelahiran Nganjuk, 12 Agustus 1968 ini, sejak lama merasa gundah karena areal kebun pisang seluas setengah hektare yang dimiliki hanya dimanfaatkan untuk diambil buahnya saja.
Kemudian, pada 2012, ia pun mulai mengembangkan beragam pernak-pernik berbahan pelepah pisang seperti tas, tempat tisu, gantungan kunci untuk memenuhi pesanan konsumen yang sifatnya terbatas seperti untuk acara pernikahan.
Namun, bisnis yang masih sederhana itu membuat Suminah tidak puas dan terus memutar otak untuk menemukan produk yang dapat menghasilan uang lebih banyak lagi.
Berawal dari pelatihan yang diselenggarakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bengkulu selama dua pekan, mata Suminah pun terbuka untuk berani membuat produk sepatu berbahan pelepah pisang.
Ia berkeyakinan, jika memiliki suatu produk berkualitas, unik dengan harga terjangkau maka akan mendapatkan pangsa pasar sendiri.