Ia mengenang, awalnya hanya bermodal sendiri sekitar Rp200 ribu. Namun berkat keuletan, usaha sudah beromzet Rp40 juta per bulan dan memiliki lima orang pekerja, serta memberdayakan 10 orang warga sekitar.
Harga sepatu juga relatif terjangkau yakni berkisar Rp150 ribu hingga Rp300 ribu karena ada ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah.
Permintaan pun berdatangan, dan yang tertinggi berasal dari Jakarta dan Bali, sementara Tiongkok dan sejumlah negara Asia Tengara juga sudah dirambah melalui pameran yang digagas pemerintah.
Tak mau berpuas diri, Suminah pun ingin menjajal pasar Eropa melalui agen reseller-nya di Spanyol karena produk buatan tangan yang unik dan ramah lingkungan cukup diminati di negara maju.
“Meski bukan saya yang memasarkan, tapi produk saya sudah banyak dipakai di luar negeri melalui agen dari dalam negeri. Namun, kemungkinan besar, saya sendiri yang akan melakukannya karena belum lama ini datang bule ke Bengkulu untuk kerja sama, target saya tahun depan sudah terealisasi,” ujar istri Suwarso ini.
Tak hanya fokus pada perluasan pasar, Suminah juga berencana mematenkan produk sepatu pelepah pisang ini karena di Indonesia menjadi yang pertama.
Selama ini, ia masih menggunakan merek dagang Mega Sovenir seperti merek dagang yang digunakan untuk pernak-pernik lain hasil buatannya.
“Mengenai namanya, masih dipikirkan dulu. Mau dicarikan yang pas, sehingga bisa dipasarkan ke luar negeri,” ujar dia.
Suwarno, suami Suminah mengatakan sangat bangga atas apa yang telah dicapai istrinya.