Kamis, April 25, 2024

“Ya’u Wai Ka, Selamatlah Kita!”

Tugu selamat datang di Enggano
Tugu selamat datang di Enggano

Bengkulu, kupasbengkulu.com – Ya’u Wai Ka, Selamatlah Kita, demikian satu ucapan salam bahasa Masyarakat Adat Enggano di Bengkulu yang cukup menggetarkan dalam Semiloka Pengelolaan Sumberdaya Alam yang digelar komunitas adat Enggano di Bengkulu, Jumat (22/5/2015).

Salam tersebut diucapkan secara tegas, penuh semangat dengan tangan terkepal. Setiap kepala suku, tokoh adat, hendak berbicara selalu salam itu yang terlebih dahulu mereka ucapkan.

“Itu merupakan salam berisikan doa keselamatan seluruh semesta alam, manusia, dan mahluk, jangan salah ucap, jika salah ucap bisa dimarahi masyarakat adat,” ungkap salah seorang warga adat Enggano, Yudi Arwan Kaitora.

Pulau Enggano memiliki luas 40 kilometer per segi dengan jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, terletak di tengah Samudera Hindia, berada dalam Kabupaten Bengkulu Utara. Enggano memiliki bahasa yang khas tak sama dengan suku manapun di Indonesia.

Pulau ini memiliki keunikan tersendiri masyarakat adatnya memiliki aturan hukum adat yang masih berlaku, mereka juga memiliki lembaga adat dalam menentukan terlaksananya kehidupan sosial, politik, hukum dan ekonomi.

Terdapat enam suku di wilayah ini yakni Kauno, Kaarubi, Kaitora, Kaahua, Kaaruba, dan kaamai (suku pendatang). Masing-masing suku memiliki kepala suku yang mengelola Pulau Enggano, di bawah kepala suku terdapat Kepala Pintu Suku yang bertugas sebagai pembantu kepala suku.

Selanjutnya, terdapat pula lembaga Paabuki, sebuah lembaga yang berisikan seluruh kepala suku, bertugas memutuskan segala kebijakan yang berkaitan dengan pulau dan kehidupan masyarakat.

Cukup menarik saat kupasbengkulu.com diundang terlibat dalam semiloka sederhana itu, para masyarakat adat tersebut membahas penetuan nasib wilayah adat mereka yakni Pulau Enggano di mata hukum nasional.

“Selama ini Enggano dianggap sebagai wilayah yang terisolasi dan tak diperhatikan pemerintah, kami telah lelah dengan kurang berpihaknya pemerintah, kami berkumpul kali ini untuk terakhir kalinya, membahas nasib wilayah adat kami, jika negara tak mengakui Masyarakat Adat Enggano, maka kami tak akan mengakui negara,” ungkap salah seorang peserta, Suwaidi Kaarubi.

Masyarakat adat juga membahasa kemungkinan diakui dan dilindunginya komunitas adat mereka dalam sebuah aturan Peraturan Daerah (Perda) merujuk pada UU yang berlaku termasuk putusan MK 5 tahun 2012 yang mengamanahkan hutan adat bukan merupakan hutan negara.

Masyarakat adat juga amenyebutkan, selama ini mereka kerap kali diacuhkan oleh banyak pihak dalam mengelola wilayahnya.

“Sering oknum aparat membangun menggunakan kayu dan batu dari wilayah adat, saat ditegur mereka malah memusuhi kami, ke depan kami harus berdaulat atas wilayah adat kami,” ungkap Mulyadi Kauno, peserta yang lain.

Selanjutnya, masyarakat adat menganggap Pulau Enggano merupakan wilayah yang cukup banyak dilirik oleh pelaku usaha perkebunan dan jasa lainnya. Masyarakat Adat berkeinginan agar masyarakat adat Enggano dapat berdaulat di wilayahnya, dengan melibatkan komunitas adat dalam kebijakan pembangunan.

“Kami yang menempati pulau hingga anak cucu kami, maka kami bertanggungjawab menjaga pulau oleh karenanya negara harus menghargahi dan mengakui aturan adat yang selama ini kami pegang,” lanjut Mulyadi.

Delis Manalu Kaamai, salah seorang perwakilan dari suku pendatang dalam semiloka tersebut menyebutkan, selama ini masyarakat adat asli Enggano sangat menghormati keberagaman dan menghargai para pendatang yang hendak menjadi warga Pulau Enggano.

“Pulau Enggano merupakan rumah kami, meski saya di lahirkan di Sumatera Utara, kami memilikinya makanya kami pendatang sangat mendukung agar aturan adat di wilayah ini dikukuhkan dalam sebuah Perda,” ungkap Delis Manalu Kaamai.

Langkah Masyarakat Adat Enggano melahirkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat tentu membutuhkan perjuangan panjang dengan kemampuan untuk meyakinkan para politikus lokal bahwa perjuangan masyarakat adat Enggano benar-benar untuk kebaikan Enggano.(kps)

Related

Cerita Sedih Irma June Dibalik Lagu Do Your Best yang Jadi Theme Song From Bali With Love

Kupas Musik - Kemerduan vokal yang dimiliki penyanyi legendaris...

AM Hanafi Sang Perlente Kawan Soekarno yang Disambut Fidel Castro

AM Hanafi (kiri) bersama Fidel Castro (kanan), Foto: Dok/margasarimaju.com AM...

Menjadi yang Terbaik Tak Perlu Menjatuhkan Pihak Lain

Inspiratif, kupasbengkulu.com – Seorang Guru membuat tangga 10 injakan, lalu...

Beni Ardiansyah Direktur WALHI Bengkulu Terpilih ” Keadilan Itu Harus Direbut”

Kota Bengkulu,kupasbengkulu.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu...

Otna Pilih Hidup Diatas Sampan Reot dan Air Payau Daripada Hidup Menjadi Budak

Kota Bengkulu,Kupasbengkulu.com -  Petang itu suasana di sudut Pesisir...