kupas Bengkulu – Setiap tanggal 21 April, bangsa ini mengenang sosok Raden Ajeng Kartini, perempuan muda dari Jepara yang dengan gagah berani menyuarakan hak perempuan untuk belajar dan menentukan masa depannya. Dedikasi Kartini bukanlah perjuangan biasa tapi inspirasi perempuan dunia.
Lebih dari seabad setelah surat-suratnya mengguncang dunia, semangat itu terus menyala, menjelma dalam sosok-sosok sederhana yang memilih untuk tetap bertahan, meski dunia kerap abai. Salah satunya adalah Dela (28), seorang ibu rumah tangga sekaligus guru honorer di SDN 148 Seluma, Desa Skalak, Kecamatan Seluma Utara, Kabupaten Seluma, Bengkulu.
Sudah delapan tahun Dela mengabdi sebagai pendidik di daerah yang jauh dari gemerlap kota. Tanpa gelar sarjana, tanpa status kepegawaian tetap, dan hanya berbekal semangat untuk berbagi ilmu. “Saya cuma lulusan SMA. Tapi saya percaya, selama kita mau belajar dan mau berbagi, itu juga bentuk pendidikan,” ujar Dela saat kepada Bengkuluiteraktif. Com, Senin, (21/4/2025).
Perjuangan Menuju Sekolah
Setiap pekan, Dela hanya bisa mengajar tiga kali. Bukan karena enggan, melainkan karena jarak yang memisahkan rumahnya di Kelurahan Napal dengan sekolah yang berada di pelosok bukit. Waktu tempuhnya tak main-main, tiga jam perjalanan melewati jalan tanah yang licin saat hujan, dan berbatu saat kering.
Tak banyak kendaraan yang bisa menjangkaunya. Namun, Dela tetap berangkat, dengan motor tuanya atau kadang menumpang mobil bak terbuka jika ada yang lewat. “Kadang saya harus jalan kaki sebagian karena motor nggak kuat naik mendaki tanjakan yang tinggi dengan kondisi batu, batu besarnya,” kata Dela menceritakan.
Di SDN 148 Seluma, Dela menjadi satu dari 10 guru yang bertugas untuk 62 murid. Dari semua tenaga pendidik, hanya kepala sekolah yang berstatus pegawai negeri. Lima lainnya berstatus PPPK, dan empat orang termasuk Dela masih menyandang status honorer.
Dengan penghasilan Rp300 ribu per bulan, yang kadang baru cair tiga bulan sekali, Dela tetap menjalankan tugasnya. Ia bahkan merangkap sebagai operator sekolah yang mengurus administrasi dan pelaporan sekolah tersebut
Tersandera Aturan
Dela sebenarnya sudah tercatat di Dapodik, sistem data pokok pendidikan nasional. Namun, langkahnya untuk menjadi tenaga pendidik tetap tak semudah membalik telapak tangan. Ia belum bisa mengikuti seleksi PPPK karena terkendala ketiadaan formasi yang sesuai dengan latar belakangnya.
Lebih dari itu, status pendidikannya yang belum menjadi sarjana juga menjadi hambatan. “Kondisi ekonomi dan sudah berkeluarga membuat saya belum bisa lanjut kuliah,” ungkap Dela dengan lirih.
Di tengah segala keterbatasan, Dela tetap bertahan. Bukan hanya karena rasa tanggung jawab, tapi juga karena keyakinan bahwa anak-anak di pedalaman berhak mendapat pendidikan yang layak.
“Saya ingin anak-anak di desa ini bisa bermimpi tinggi. Jangan karena tempat tinggalnya jauh, jadi merasa kalah dari anak kota,” kata Dela penuh semangat.
Dela mungkin tidak mengenakan kebaya di Hari Kartini ini tapi setiap langkahnya di jalan berbatu dan berlumpur adalah simbol perjuangan perempuan Indonesia. Dela adalah sosok yang terinspirasi dari kisah Kartini. Ia berjuang di tengah kesunyian, penuh kesederhanaan tapi penuh makna.
Reporter: Deni Aliansyah Putra